Polemik Keberadaan Buku Sejarah Kajang, Pemerhati Budaya Sulsel Angkat Bicara

Kabar Nusantara News, MAKASSAR – Kehadiran buku “Sejarah Kajang” yang disusun oleh Haris Sambu, seorang akademisi bergelar Doktor di bidang pertanian dan diterbitkan oleh Yayasan Pemerhati Sejarah Sulawesi Selatan bekerjasama dengan Lentera Kreasindo pada tahun 2016, belakangan ini menjadi obrolan panas di beberapa grup WhatsApp.

Keluarga besar dari 3 kerajaan kembar yang dibahas pada buku tersebut yaitu Kerajaan Lembang, Kerajaan Laikang dan Kerajaan Kajang yang sekarang sudah menjadi Kecamatan Kajang, sebuah wilayah yang terletak di Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan.

Menyikapi hal tersebut, Medy Juanda, salah seorang Tokoh Pemuda Sulsel yang juga pemerhati budaya Sulsel memberikan tanggapannya atas hal tersebut.

Dalam keterangannya, Medy Juanda mengatakan bahwa, buku “Sejarah Kajang” karya Haris Sambu merupakan sebuah inisiasi yang sangat luar biasa di tengah banyaknya khalayak umum khususnya bagi masyarakat Kajang itu sendiri yang butuh referensi terkait informasi seputar asal muasal keberadaan masyarakat Kajang yang terkenal dengan kawasan adat Ammatoa bersama masyarakat adat Suku Kajang-nya yang wajib mengenakan pakaian berwarna hitam.

“Saya pribadi sangat mengapresiasi serta bangga akan keberadaan buku Sejarah Kajang yang disusun oleh Ayahanda Dr. Haris Sambu dan inisiatif beliau patut kita acungi jempol”, ujar Medy Juanda, yang saat ini juga masih berkiprah sebagai Waketum AMP Indonesia.

Kemudian, lanjut mantan Wakil Ketua KNPI Sulsel ini mengatakan bahwa, namun alangkah eloknya jika buku tersebut kami sarankan untuk segera dilakukan revisi. Karena masih banyak hal yang perlu di evaluasi dari isi atau konten redaksi dalam buku tersebut.

“Ada beberapa hal yang saya sarankan kepada penulis agar kiranya bisa menjadi masukan kepada beliau beserta timnya jika kelak revisi terhadap buku Sejarah Kajang dilakukan”, bebernya.

Pertama, kata Medy, setahu dia dari hasil penelusuran jejak digital, buku tersebut belum pernah di bahas dalam ruang diskusi formal.

“Semisal bedah buku yang menghadirkan pakar sejarah, instansi pemerintah bidang kebudayaan, tokoh adat masyarakat Kajang, keluarga keturunan kerajaan yang menjadi topik pembahasan dalam buku tersebut serta panelis umum untuk membahas dan memberikan koreksi terhadap tulisan atau isi dalam buku tersebut”, terang dia.

“Kedua, masih banyak penulisan nama raja beserta istrinya maupun keturunan kerajaan yang dibahas dan tercatat dalam buku tersebut yang penulisannya masih keliru”, sambung Medy.

Selanjutnya yang ketiga, ada isi atau konteks dalam buku tersebut yang bisa memicu perdebatan karena menempatkan satu tokoh sentral yang seolah-olah tokoh tersebut paling sempurna kedudukannya dalam susunan keturunan 3 kerajaan kembar yang dibahas dalam buku tersebut.

“Dan yang terakhir, ada raja yang nama istrinya tidak ditulis dalam buku tersebut, sedangkan sangat jelas keberadaan keturunannya sampai saat ini yang tetap eksis dan selalu kompak, bahkan makam istri raja tersebut letaknya tepat disamping makam suaminya”, ulas Medy Juanda, yang juga merupakan salah satu keturunan dari Raja Lembang dan Raja Laikang.

Dari beberapa hal tersebut, Medy Juanda berharap kepada penulis agar kiranya bisa menampung saran dari berbagai pihak. Karena buku “Sejarah Kajang” saat ini sudah menjadi salah satu referensi utama bagi masyarakat umum terkhusus lagi bagi “Tau Kajang” yang ingin mengetahui asal muasal tanah leluhurnya.

“Alasan utama kenapa saya memberikan perhatian khusus pada keberadaan buku Sejarah Kajang ini, karena di masa kini dan masa yang akan datang, buku ini akan menjadi salah satu buku penting yang akan menjadi referensi utama bagi masyarakat umum yang ingin mengetahui seluk beluk wilayah Kajang terlebih lagi bagi anak cucu orang Kajang dalam mencari nasabnya kelak”, pungkasnya. (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *