Perkawinan Usia Anak Kembali Terjadi di Sulsel, Kadis DP3A-PPKB Angkat Bicara

Kabar Nusantara News, MAKASSAR — Kasus perkawinan usia anak kembali terjadi di Sulsel. Meskipun berbagai upaya promosi dan edukasi untuk pencegahan perkawinan anak, terus menerus dilakukan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten kota.

Hal itu membuat Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-PPKB) Sulsel, Dr. dr. Fitriah Zainuddin, SKM, angkat bicara.

Melalui press rilis yang diterima redaksi kabarnusantaranews, Senin (30/5/2022), Kadis DP3A-PPKB Sulsel mengatakan, kejadian tersebut menjadi keprihatinan bersama.

“Sebab komitmen pemerintah hingga ke level desa untuk melakukan upaya pencegahan telah terbangun dengan dibuktikannya sikap pemerintah Kelurahan yang tidak memberikan ijin pernikahan anak bagi warganya, sebagaimana kasus di kabupaten Wajo yang baru terjadi beberapa waktu lalu”, katanya dalam press rilis tersebut.

Dia menyampaikan, Pemprov Sulsel melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana telah melakukan berbagai upaya kebijakan dan program dalam pencegahan dan penurunan angka perkawinan anak.

Hal itu dirumuskan melalui penetapan kebijakan teknis maupun aksi nyata yang melibatkan para pihak terkait yang dilakukan sejak tahun 2018 meliputi:

Pertama, Penerbitan Instruksi Gubernur Sulsel Nomor 1 Tahun 2018 tentang Stop Perkawinan Anak di Sulawesi Selatan, yang ditindaklanjuti dalam tataran implementasi diantaranya dengan terbentuknya Koalisi Stop Perkawinan Anak yang menjadi wadah gerakan para NGO, lembaga masyarakat pemerhati perempuan dan anak untuk melakukan upaya bersama Stop
Perkawinan Anak.

Kedua, Penyusunan Road Map Pencegahan Perkawinan Anak di Sulawesi Selatan Tahun 2019-2023 sebagai panduan tahapan implementasi bagi para pihak, khususnya perangkat daerah provinsi.

Ketiga, Penetapan Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan, Nomor 31 Tahun 2021, Tentang Strategi Daerah Pencegahan Perkawinan Anak, sebagai acuan langkah strategis Provinsi Sulawesi Selatan dalam melakukan upaya bersama pencegahan perkawinan anak.

Keempat, Penetapan Keputusan Gubernur SulSel Nomor 177/I/2022 Tentang Pembentukan Forum Komunikasi Pencegahan Perkawinan Anak, sebagai wadah koordinasi dan konsolidasi para pihak terkait untuk pencegahan perkawinan anak di Sulawesi Selatan.

Kelima, Melakukan aksi kampanye, promosi, dan edukasi secara luas yang melibatkan secara aktif lembaga/organisasi masyarakat, media, perangkat daerah terkait, dan NGO melalui Gerakan Bersama Pencegahan Perkawinan Anak.

Keenam, Melakukan Gerakan Bersama Edukasi Pernikahan untuk Kesejahteraan Anak di Sulawesi Selatan tahun 2021.

Ketujuh, Penandatanganan PAKTA INTEGRITAS Pencegahan Perkawinan Anak oleh Sekertaris Daerah, DPRD Sulsel, Pimpinan OPD terkait dan Lembaga Struktural tingkat Provinsi, Bupati/Walikota 12 Kab/Kota dan Mitra Pembangunan/Organisasi Masyarakat di Sulawesi Selatan tahun 2021.

Kedelapan, Penyusunan RAD (Rencana Aksi Daerah) Pencegahan Perkawinan Anak Provinsi Sulawesi Selatan, yang melibatkan lintas sektor, baik pemerintah, swasta dan NGO (Non Government Organization).

“Wajo menjadi Kabupaten dengan angka perkawinan anak tertinggi pada tahun 2021, berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama berdasarkan data angka dispensasi perkawinan sebesar 760 dispensasi”, ungkap Kadis DP3A-PPKB Sulsel.

Tingginya angka perkawinan anak di Wajo, lanjutnya, menjadi perhatian serius dari pihak Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan bekerjasama dengan pihak UNICEF, Wajo menjadi salah satu Kabupaten yang diintervensi untuk program Pencegahan Perkawinaan Anak dan Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH) untuk remaja.

“Rabu (25/05/22) saya melakukan koordinasi dan penjangkauan agar dapat mengetahui gambaran secara utuh mengenai kasus perkawinan anak di Kab Wajo dengan didampingi Tim UPT PPA Provinsi dan kepala UPT kabupaten Wajo, bersama-sama mengunjungi rumah org tua anak tersebut. Kepada kedua orang tua dan masyarakat setempat yang hadir, saya menyampaikan edukasi tentang dampak dan akibat dari Perkawinan anak ini”, terang dr. Fitriah.

Menurutnya, berulangnya kejadian kasus perkawinan anak di daerah, harus menjadi perhatian penuh para pihak mulai dr tingkat provinsi dan kabupaten kota.

“Edukasi dan promosi yang telah kita lakukan harus lebih ditingkatkan lagi, lebih diperluas lagi jangkauannya, dengan lebih banyak lagi melibatkan peran lembaga masyarakat, media, dan akademisi. Peran para pihak ini sudah kita lakukan. Namun, saya harapkan dapat lebih kita kuatkan lagi bersama-sama demi masa depan yang lebih baik bagi seluruh anak-anak di Sulawesi Selatan”, harapnya.

Kepada seluruh masyarakat, dr. Fitriah selaku Kepala Dinas P3A-PKB Sulsel pun mengimbau, terkhusus kepada para orang tua, seluruh keluarga di Sulawesi Selatan untuk bersama-sama menjaga anak agar terhindar dari perkawinan anak.

Kepada Dinas Pendidikan dan para kepala sekolah beserta jajaran kependidikan, dr Fitriah juga meminta untuk memperkuat lagi edukasi kepada anak-anak, dan tetap berikan hak pendidikan bagi anak korban perkawinan anak.

“Kepada Dinas Kesehatan beserta jajaran puskesmasnya, mari kita kuatkan koordinasi edukasi dampak negatif perkawinan anak dari aspek kesehatan seperti resiko kematian ibu melahirkan ataupun kematian bayi, bayi lahir dengan berat badan rendah, resiko anak stunting, dan dari aspek sosial ekonomi, seperti terjadinya perceraian di usia muda ataupun potensi konflik dalam keluarga hingga KDRT atau kekerasan dalam rumah tangga”, ujarnya.

Kepada Kemenag, juga diminta agar memberikan edukasi masyarakat, pemerintah setempat, dari level desa/kelurahan.

Kepada Dinas Kependudukan dan Keluarga Berencana serta Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD), dr Fitriah juga mengajak untuk memaksimalkan peran Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB), PPKBD hingga para kader Bina Keluarga Remaja (BKR) di desa dan pendamping desa untuk turut aktif dan terus menerus melakukan edukasi dan pendampingan kepada keluarga dan masyarakat di desa.

“Karena masalah ini bukan hanya masalah yang harus dipecahkan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (DP3A) sendiri, namun masalah kita bersama, yang membutuhkan solusi dan peran aktif kita bersama.Dibutuhkan kerja dan sinergi bersama untuk menuntaskan masalah ini di Provinsi Sulawesi Selatan”, terangnya.

dr. Fitriah Zainuddin mengajak seluruh sektor baik lembaga masyarakat, media dan terkhusus masyarakat untuk bersama-sama mengkampanyekan stop Perkawinan Anak di Sulawesi Selatan.

“Hentikan tindakan yang merugikan anak kita. Termasuk mempublikasi, bahkan memviralkan kasus anak yang tidak sesuai dengan kode etik perlindungan anak. Mari bersama-sama mendorong komunitas pers menghasilkan berita yang bernuansa positif, berempati, dan bertujuan melindungi anak. Hargai privacy anak, Lindungi anak ta semua. Salama to Pada Salama”, pungkas dr. Fitriah Zainuddin. (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *