Penantian Yang Tak Pasti dan Himpitan Kebutuhan Hidup Petani Sawit Luwu Utara

Kabarnusantaranews, Makassar;- Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan pertanian kabupaten Luwu Utara selain kakao, padi, dan jagung. Luas areal sawit daerah ini adalah 18.833,55 Ha dengan kemampuan produksi Tandan Buah Segar (TBS) mencapai 342.683,37 ton.

Perkebunan sawit tersebar disemua kecamatan se-Luwu utara kecuali Rampi dan Seko, yang terluas berada di kecamatan sukamaju dengan luas 3.720,82 Ha disusul Tanalili 3.556 Ha dan Baebunta 2.779,97 Ha. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, terjadi peningkatan produksi TBS yang sangat tajam yaitu sebesar 369%.

Jika dibandingkan dengan 3 komoditas utama lainnya, tingkat produktivitas kelapa sawit yang tertinggi dengan areal lebih sedikit. Sebagai gambaran, areal kakao seluas 39.404,27 Ha berproduksi 26.310,46 ton; Padi 28.404 Ha, produksi 247.905,02 ton; Jagung 26.895,1 Ha, produksi 161.052,48 ton (BPS, 2019).

Namun, hampir semua petani sawit saat ini mengeluh dengan harga kelapa sawit yang hanya dibanderol sekitar 400 – 500 rupiah/kg.

Bagi mereka, harga jual senilai itu sangat rendah dan tidak sebanding dengan jerih payah pemeliharaan, pemanenan dan ongkos pengangkutan.

Akhirnya sebagian buah sawit yang sudah matang dibiarkan begitu saja sampai membusuk dan ada juga yang menyerahkannya ke pembeli dengan cuma-cuma.

Sungguh sebuah ironi ditengah antusiasme petani membudidayakan sawit yang dianggap sebagai tanaman menjanjikan untuk perbaikan ekonomi, justru yang menikmati hasil tetesan keringat mereka hanyalah para pedagang alias pembeli.

Petani dihadapkan pada dilema harus menunggu harga naik entah sampai kapan atau menggantinya dengan tanaman lain yang memiliki nilai keekonomian lebih baik untuk memenuhi kebutuhan hidup yang kian hari makin memberatkan.

Pemerintah daerah tidak berdaya mengayomi masyarakatnya berjumlah kurang lebih 11.966 kepala keluarga yang menggantungkan hidupnya pada kebun sawit.

Langkah pemerintah daerah menghadirkan beberapa perusahaan pengolahan TBS menjadi Crude Palm Oil (CPO) seperti PT Jas Mulia yang beroperasi sejak pertengahan 2017, PT Kasmar Matano Persada dan PT Surya Sawit Sejahtera yang sementara tahap pembangunan patut diapresiasi krn selain mengurangi antrean panjang truk pembawa TBS di gerbang-gerbang pabrik pengolahan, juga bisa membuka sedikit lapangan kerja.

Akan tetapi, langkah itu dinilai tidak menyelesaikan akar permasalahan karena kehadiran pabrik CPO tidak akan membawa pengaruh kenaikan harga TBS secara signifikan. Menurut GAPKI (2019), persoalan rendahnya harga TBS lebih disebabkan oleh ketidakpastian dalam dinamika pasar minyak nabati dunia khusunya di negara tujuan utama ekspor Indonesia seperti India, Uni Eropa, China dan Amerika Serikat (AS).

Indonesia kalah bersaing dengan Malaysia untuk refined products (produk olahan pabrik seperti gula, tepung, dan margarin) akibat pemberlakuan bea masuk produk Indonesia yang lebih tinggi daripada Malaysia dengan selisih 9% di India.

Diskriminasi Uni Eropa dengan menggaungkan isu RED II ILUC (aturan pelaksanaan Arahan Energi Terbarukan II) dan tuduhan subsidi biodiesel yang tidak lain sebagai bentuk kebijakan proteksi industri minyak nabati mereka sendiri.

Perang dagang China-AS juga telah mempengaruhi pasar minyak nabati dunia. Sementara itu, daya serap pasar minyak sawit dalam negeri juga tidak terlalu besar sehingga membuat harga CPO bergerak pada harga rendah.

Pemerintah daerah seharusnya berinisiatif mencanangkan program hilirisasi industri minyak sawit terutama untuk penyerapan pasar dalam negeri yang potensinya sangat besar sehingga ketergantungan Indonesia pada pasar global dapat dikurangi.

Instrumen kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pusat terkait dengan mandatori biodiesel misalnya bisa menjadi acuan penjajakan kerjasama dengan pihak swasta untuk investasi pembangunan pabrik biodiesel. Sejalan dengan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 2015 – 2035 yang menjadikan industri hulu agro sebagai industri prioritas dan salah satu poinnya adalah pengembangan industri bahan bakar nabati.

Penulis : Riki.S.si.M.si

Akademisi IPB



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *