Opini : Paradoks Kemanusiaan Barat

Kabarnusantaranews, Opini;- Cara pikir dan pola tindak dalam dunia kapitalisme tidak pernah mengenal suku, agama atau ras. Tidak seperti pengelompokan pendatang atau orang asing dan pribumi, kapital bekerja lintas negara serta melampaui teritorial. Cara kerja sistem kapital sudah begitu canggih menyusup dan bersenggama dengan kehidupan manusia kontemporer.

Meski fase perbudakan dalam sejarah umat manusia sudah dilewati begitu jauh pasca penghapusan perbudakan di tahun 1800an, namun saat ini kita memasuki dunia kapital yang cara kerjanya jauh lebih halus.

Eksploitasi dilakukan secara terselebung, menghisap habis target operasi tapi membuat yang dihisap keenakan. Merampas semuanya tanpa kecuali namun menjadikan korban pasrah dengan keadaan. Jika ada relasi sosial yang tidak memerlukan uang, maka kapitalisme akan menjadikannya sebagai peluang.

Demikian cara pandang kapital, tidak akan pernah memposisikan manusia sebagai objek sosial. Relasi yang dibangun selalu menghitung untung rugi. Apa yang dikeluarkan selalu berbanding lurus dengan apa yang ingin didapatkan.

Bahkan ingin lebih Itu sebabnya, sekarang hampir tidak ada kekerabatan antar negara yang dibangun akibat kesamaan pandang soal manusia sebagai mahluk sosial.

Pasca runtuhnya Soviet, tidak pernah lagi kita dapati ada persaingan ideologi yang mencolok.

Hampir semua negara bermetamorfosa menjadi lebih moderat dalam soal ideologi, kecuali beberapa negara di Amerika Latin. Itupun semakin memburuk pasca Bolivia hancur akibat demo terhadap kekuasan Evo yang sosialis.

Relevansi dengan pandangan di atas, negara-negara besar di bawah Amerika Serikat dan UE selalu punya standar ganda dalam melihat persoalan kemanusiaan.

Apa yang diperjuangkan selalu dibaca tidak pure memperjuangkan masalah kemanusiaan atau Hak Asasi Manusia. Jika tidak sejalan dengan kepentingan negaranya, akan dianggap sebagai pelanggar HAM lalu dimusuhi atau diperangi.

Sebagai contoh bisa kita lihat di Irak, pasca kehancurannya kita tidak dapati senjata pemusnah massal yang merupakan alasan memerangi Sadam. Atau sikap paradoks barat atas kudeta Asisi terhadap Mursi yang dipilih secara demokratis melalui Pemilu.

Setelah Amerika dan sekutu memenangkan perang dunia ke-dua, mereka lalu berpikir bagaimana formulasi yang pas dalam menguasai dunia yang sangat besar ini tanpa harus melakukan penjajahan atau pendudukan seperti yang sebelumnya pernah dilakukan oleh Inggris dan Prancis.

Yang dilakukan Amerika untuk mengontrol dan menguasai seluruh dunia ini yakni dengan merumuskan ide Global Government. Orang tidak merasa dijajah, tapi sebenarnya ada di bawah kendali. Dibuatlah suatu sistem pemerintahan global yakni PBB. Dibuat suatu sistem ekonomi global yakni Bank Dunia serta IMF.

Mereka (Amerika dan sekutu) mengendalikan betul lembaga-lembaga internasional ini. Veto yang dimiliki akan menjadi jalan terakhir saat ada protes serius dari dunia atas sikap beberapa negara yang tidak mengindahkan HAM.

Sepeti veto Amerika pada kasus Israel yang disidang di DK PBB.

Ini adalah rencana jangka panjang yang cukup berhasil dilakukan. Hampir semua negara di bawah kendali Amerika. Di hampir semua negara terdapat pengkalan-pangkalan militer yang disiapkan untuk menjaga kepentingan Amerika.

Cek saja ini ke negara-negara yang dianggap bisa bekerja sama dengan kepentingan Amerika. Termasuk negara-negara timur tengah yang notabenenya mayoritas beragama Islam, Amerika dan sekutu menciptakan kondisi yang benar-benar tidak kondusif di hampir semua negara-negara teluk.

Kebijakan internal negara selalu saja mendapatkan interupsi. Jika tidak diindahkan akan mendapatkan ancaman embargo ekonomi dan tekanan-tekanan militer. Iran contohnya, akibat tidak selalu sejalan dengan kepentingan Amerika di teluk, mereka mendapatkan embargo ekonomi hingga kini.

Kondisi yang diciptakan Amerika dan sekutunya seperti inilah yang mengakibatkan hilangnya sekian ribu nyawa dengan sia-sia. Baru-baru ini, dunia digegerkan olah pengakuan Hillary Clinton yang mengungkap keterlibatan Amerika dalam membentuk ISIS di timur tengah. Pengakuan yang terlambat, sekian ribu nyawa manusia sudah melayang akibat salah bersikap dan merespon datangnya setiap informasi.

Di saat yang bersamaan dunia Islam diam. OKI sebagai lembaga yang merepresentasikan kepentingan ummat Islam tidak bisa berbuat lebih banyak atas tragedi kemanusiaan yang menimpa sesama saudara seaqidah. Liga Arab sudah dibuat mandul oleh negara-negara barat terutama Amerika yang punya kepentingan besar atas minyak mentah di timur tengah.

Perlawanan-perlawanan kecil justru datang dari Turki di bawah Erdogan, tapi tidak terlalu berefek.

Saat ini Amerika melalui media propogandanya sedang membongkar kejahatan HAM di Uyghur. China membalas dengan membeberkan juga kejahatan HAM yang dilakukan Amerika dan sekutu di Irak dan Afghanistan.

Afrika dengan Gambia-nya tidak mau ketinggalan dengan turut membongkar kejahatan HAM di Rohingya, Turki angkat kejahatan HAM di Mesir, Syria dan Palestina. Jika kita cemati, hampir semua objek kejahtan HAM adalah Umat Islam yang menjadi korban dimana-mana. Dengan kejadian-kejadian yang telah terjadi sebelumnya, kita jangan terlalu percaya 100% negara-negara itu pure memperjuangkan HAM karena soal empati pada sesama manusia.

Jika harus berempati mestinya itu datang dari UEA sebagai negara Islam yang punya banyak uang atau Saudi yang sangat konservatif beragamanya, ditambah ada dua kota suci di sana. Yang dibunuh dimana-mana adalah saudara-saudara sesama muslim. Tapi apa yang terjadi? Mereka diam, bahkan bertindak membantu.

Informasi yang tidak patut kita dengar. Dunia Islam perlu mengambil langkah serius atas soalan ini, bahwa ternyata UEA dan Saudi yang mengaku negara Islam itu justru sering membantu negara-negara teroris membunuh saudara sesama muslim.

Bukan hanya itu, di saat yang sama Saudi dan UEA juga mendukung Israel dalam melakukan pendudukan atas Palestina dan membunuh warganya. Mereka juga kedapatan memberikan dukungan pada rezim India yang juga sedang menghajar umat Islam di Kasmir. Paling mutakhir adalah pengesahan UU yang dianggap merupakan diskriminasi pada ummat Islam India.

Kita tidak dapati ada reaksi berarti dari dunia-dunia Islam. Di sisi lain makin hari makin jelas posisi Saudi dan UEA. Rezim Saudi bahkan sudah tidak layak menjaga Haramain sebagai jantung ummat Islam. Disamping langkah preventif yang harus dilakukan secepatnya, ummat harus dia ajak untuk sadar posisinya, dan apa yang mesti dilakukan.

Pada saat yang sama, Gambia sebuah negara kecil yang luas dan jumlah penduduknya tidak sampai setengah dari penduduk Jawa Barat ini menjadi satu-satunya negara yang berani membawa kasus Genosida terhadap muslim Rohingya ke ICJ. Mana negara tempat turunnya wahyu? Mana negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia? Pembantaian sekian juta ummat Islam justru dianggap biasa-biasa saja, seperti tidak terjadi apa-apa. Padahal dunia Islam mesti punya solidaritas akibat kesamaan pandang soal manusia.

Jika terus dibiarkan oleh pemimpin dunia Islam, nasib penduduk muslim di India dan penduduk muslim Uyghur di China akan sama persis dengan apa yang dialami muslim Rohingya atau Palestina yang hingga kini belum juga merdeka. Mereka diperangi, diasingkan atau diusir atas nama perang melawan terorisme.

Posisi Indonesia dan Peran Pemuda Islam

Sebagaimana ungkapan Gandhi yang kerap disitir Bung Karno, “Paham kebangsaanku adalah perikemanusiaan.” Indonesia harus turut serta berperan aktif dalam membangun solidaritas antar beberapa negara Islam. Disamping itu, keterlibatan kita atas persoalan di dunia Islam hari ini adalah wujud dari pengamalan pembukaan UUD kita yang mengamanahkan agar penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan.

Belakangan ini ada ide baru dari beberapa negara Islam, yang dipelopori oleh Mahatir dari Malaysia, Erdogan dari Turki dan Imran dari Pakistan. Poros ini sekaligus gerakan untuk melawan OKI yang terus menerus mempertahankan status quo. Hampir tidak ada perlawanan berarti yang dilakukan OKI dalam memproteksi kepentingan ummat Islam. Itu sebabnya, perlu ada ide segar bukan hanya melawan superioritas dunia barat dan beberapa negara di Asia atas dunia Islam.

Tapi juga melakukan gerakan perlawanan terhadap wabah islamophobia yang semakin menakutkan. Sudah terlalu lama Indonesia tertidur. Nama besarnya selalu disebut tapi perannya sangat terbatas.

Soekarno dulu sanggup membawa bangsa ini keluar dari kekuatan dua blok dan melakukan sebuah gerakan prestisius yang hari ini masih dikenang dunia. Sekarang sudah waktunya kita buktikan bahwa sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia siap berkontribusi lebih bahkan siap menjadi pemimpin.

Indonesia modern hari ini harus sanggup menyediakan rahimnya untuk melahirkan ulang pemimpin ulung seperti Soekarno yang disegani dunia, atau membidani hadirnya Natsir-Natsir baru yang disegani dunia Islam.

Dengan penduduk 260 juta serta lebih kurang 87% muslim, maka posisi aliansi ini akan semakin kokoh di dunia Islam bahkan internasional jika terus didorong agar dapat membicarakan secara serius juga soal-soal yang terjadi di dunia Islam. Pemerintah kita harus turut menyambut baik dan terlibat dalam poros baru yang sengaja dibuat Mahatir dan Erdogan.

Ada harapan besar dari Turki, Malaysia, Pakistan dan Qatar terhadap Indonesia. Bermodal militer dan ekonomi dari 4 negara tadi maka aliansi ini akan semakin kuat ketika Indonesia bergabung. Karena biar bagaimanapun kita memiliki kuantitas penduduk muslim yang sangat banyak dibanding negara lain.

Sekarang, tugas utama untuk turut terlibat dalam menyelesaikan persoalan kemanusiaan di dunia Islam saat ini bukan ada pada Muhammadiyah, NU atau ormas keagamaan lainnya. Tapi ada pada negara. Pemerintah kita sudah saatnya harus ikut terlibat aktif dalam melawan kesewenang-wenangan rezim China, India, Myanmar, Israel, bahkan Amerika.

“Harapan adalah mimpi dari seorang yang terjaga”, demikian kata Aristoteles.Kita (dunia Islam) sebenarnya masih punya harapan besar dalam membangun ulang “imperium” yang kuat dalam menyaingi superioritas dunia barat.

Tumpuan harapan kita ada pada pemuda Islam. Mereka mesti dilibatkan dalam memproyeksikan sebuah agenda jangka panjang dalam memerangi islamophobia.

Atau paling tidak dalam forum pertemuan yang rencananya akan dilakukan bulan ini di Malaysia, akan terbentuk sebuah lembaga permanen setingkat OKI yang harus secara intens merespon setiap gejolak dalam dunia Islam. Hingga ke depan poros ini dapat menjadi tumpuan harapan dunia Islam yang kian hari semakin terpuruk.

Disamping itu, harapan besar kita pasca pertemuan tersebut akan bertambah lagi negara-negara Islam yang turut bergabung dan mengambil bahagian dalam poros ini. Negara Islam melalui pemudanya harus dipersatukan dalam satu wadah yang kuat, agar agenda mewartakan konsep kemanusian yang universal tersebar ke semua pelosok dunia.

Islamophobia sudah sangat menghawatirkan di barat, bahkan sudah menyebar ke negara-negara Asia. Inilah jaman dimana beban paling berat harus dituntaskan oleh pemuda-pemuda Islam.

Oleh : Oumo Abdul Syukur



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *