Mendaki Gunung Rinjani, Tertinggi Ketiga Di Indonesia

Kabar Nusantara News;- Gunung Rinjani adalah gunung tertinggi ketiga di Indonesia. Mendaki gunung ini jadi impian bagi para pecinta alam. Apa kamu termasuk salah satunya?.Travel (04/11/2018)

Siapa tak kenal Rinjani? Puncak tertinggi ketiga di Indonesia yang menjulang hingga ketinggian 3.726 mdpl di Lombok ini adalah salah satu gunung tercantik versi beberapa pendaki yang pernah berkunjung ke sana.

Wajar saja, gunung yang dianggap sebagai tempat persemayaman ratu jin Dewi Anjani ini adalah tempat wisata dengan paket super lengkap. Mulai dari indahnya Desa Sembalun di kaki gunung yang jadi pintu gerbang pendakian Rinjani hingga hamparan padang savana berbukit yang memberikan sensasi berada di dunia Teletubbies.

Belum lagi hutan tropis berkabut nan sejuk di jalur Senaru, panorama senja yang epic bak negeri di atas awan, kawah sisa letusan dahyat Gunung Samalas di abad ke 13 yang kini berevolusi menjadi danau vulkanis yang misterius, hingga anak gunung bernama Baru Jari yang muncul perlahan di tengah kawah.

Pemandangan Bima Sakti yang menawan saat langit cerah di malam hari juga tersaji di sini. Sensasi memancing ikan yang hidup di dalamnya danau vulkanis, deretan pemandian air panas yang mampu meluluhkan lelah, serta pemandangan seluruh Lombok yang terlihat di puncak Rinjani dengan sudut 360 derajat, bisa kita rasakan di sini.

Hampir semua keindahan itu pernah saya rasakan di Desember 2014 bersama sahabat dari kampus terdepan di daerah Taman Sari, Bandung, yaitu Unisba. Di waktu yang sudah memasuki musim penghujan, petualangan kami terasa sangat berkesan.

Di seperempat malam hingga jelang petang, langit yang cerah bisa kami rasakan. Sisanya, kami harus mendaki di tengah guyuran hujan yang sesekali datang dengan status badai.

Kami si Purpala (Pura-pura Pecinta Alam), memulai pendakian dari Desa Sembalun di Lombok Timur yang merupakan 1 dari 2 jalur resmi pendakian Rinjani selain Desa Senaru di Lombok Utara. Sembalun merupakan jalur favorit yang banyak dipilih pendaki, terutama bagi para pemula.

Selain karena jalurnya yang cenderung lebih ramah untuk fisik, pemandangan alam di hampir sepanjang jalur Sembalun pun sangat menawan. Maka tak heran kalau Sembalun layak jadi salah satu aset Wisata Indonesia yang ada di Taman Nasional Gunung Rinjani.

Sembalun pun kami pilih kembali sebagai jalan pulang meskipun mayoritas pendaki memilih turun dari puncak melalui jalur yang berbeda. Hal ini karena ketersediaan waktu yang kami miliki. Untuk turun melalui jalur Senaru, dibutuhkan waktu yang lebih lama.

Dua kali melewati jalur Sembalun, saya pun mengamini anggapan kalau Rinjani adalah gunung tercantik yang pernah saya sambangi. Sejak pertama kali melangkahkan kaki dari Sembalun ke puncak Rinjani, kesan menyenangkan sudah terasa dari sapa dan senyum warga di sekitar dan petani yang kebunnya kami lewati. Kehangatan masyarakat Sembalun pun menjadi pengantar yang manis menuju singgasana sang Ratu Anjani.

Setelah lebih dari satu jam berjalan, kami mulai memasuki hamparan padang savana Sembalun yang terkenal di dunia pecinta alam berkat keindahannya. Rerumputan yang sudah sedikit menguning akibat kemarau pun terlihat begitu eksotis.

Di sisi lainnya, bukit-bukit hijau nan anggun dan kerucut Rinjani yang kokoh tak pernah lelah menampakan pesonanya. Pemandangan inilah yang mengobati rasa lelah saat berjalan di tengah panasnya padang savana.

Setelah melewati berhektar-hektar savana dan tiga pos peristirahatan yang berdiri di area padang rumput, akhirnya kami dihadapkan dengan rintangan tersulit di jalur Sembalun yang bisa membuat energi dan mental terkuras. Rintangan tersebut bernama Bukit Penyesalan.

Sebutan yang menyeramkan ini bukanlah isapan jempol belaka. Di jalur ini, pendaki harus melewat 7 bukit secara beruntun yang kemiringannya mampu membuat lutut bergetar.

Rintangan pun semakin terasa berat dengan beban belasan kilo yang kami panggul di dalam kerir. Belum cukup sampai di situ, kami juga harus dihadapkan dengan guyuran hujan yang cukup deras serta kabut yang membuat jarak pandang menjadi terbatas.

Ketujuh bukit ini pun mampu mengundang ilusi. Dari bawah, puncak dari setiap bukit terlihat sangat dekat. Namun setelah dijalani, puncak-puncak tersebut sangat sulit di gapai. Setelah sampai di puncak yang pertama, puncak-puncak berikutnya pun menanti seperti tiada habisnya. Maka tak heran jika muncul idiom ‘dekat di mata jauh di kaki’ yang populer di kalangan pendaki.

Dengan rintangan yang berat ini, banyak pendaki yang menyesal melewati jalur Sembalun hingga sebutan Bukit Penyesalan pun melekat sebagai identitas ketujuh bukit tersebut. Bahkan, ada juga yang menyebutnya dengan Bukit Penderitaan karena dianggap telah memberikan derita bagi para pendaki yang melewatinya.

Kondisi ini cukup membuat saya yang merupakan pendaki pemula, Adly yang baru sembuh dari patah tulang bahu, dan Yazra yang baru fit pasca operasi lutut, mengalami kesulitan.

Namun seperti pepatah ‘berakit ke hulu, berenang kemudian’, derita dan sesal yang dirasakan selama 5 jam saat melewati Bukit Penyesalan akan terbayar lunas setelah pendaki benar-benar mencapai puncaknya. Di atas bukit ini, terdapat area setinggi lebih dari 2.000 mdpl yang disebut Plawangan Sembalun.

Area ini jadi pos peristirahatan terakhir di jalur Sembalun sebelum puncak. Di jalur ini, seluruh pendaki mendirikan tenda mereka untuk beristirahat sebelum melakukan summit attack pada tengah malam untuk mengejar sunrise di puncak Rinjani.

Dari pos Plawangan ini, pendaki bisa melihat puncak Rinjani yang semakin terasa dekat, lanskap Desa Sembalun yang penuh warna, Bukit Pegarsingan di seberang Rinjani yang anggun, jurang-jurang menganga di punggung gunung yang menegangkan, danau vulkanis, gunung Baru Jari, hingga indahnya langit berbintang saat langit malam sedang bersahabat.

Tentunya, Plawang Sembalun pun jadi tempat terbaik di Rinjani untuk melihat sunset. Sambil menikmati hidangan khas pendakian dan segarnya air mineral yang diambil langsung dari sumber mata air di sana, pemandangan tadi pun jadi terasa lebih berkesan. Sayangnya, senja Sembalun yang sebelumnya kami nanti-nantikan gagal dinikmati karena justru badai yang datang hingga waktu Isya.

Tapi selebihnya, langit cerah kembali menyapa kami di sisa malam, lengkap dengan kelip bintang-bintang yang cantik. Indahnya langit malam Rinjani ini setia menemani pendakian kami hingga sampai di puncak.

Hingga kami pun berhasil melihat indahnya panorama matahari terbit langsung di puncak tertinggi tanah Sasak. Di atas sana, kami mampu melihat seluruh pulau Lombok, lengkap dengan beberapa pulau kecil atau gili yang ada di sekitarnya. Puncak Tambora di sisi timur dan gunung Agung di sisi barat pun bisa kami saksikan dari kejauhan.

Meskipun perjalanan kami terasa sedikit kurang lengkap karena gagal mengecup segarnya air danau Sagara Anak, merebahkan tubuh yang lelah di sumber air panas Rinjani, dan menyapa sejuknya hutan Tropis di Senaru, perjalanan ini tetap terasa berkesan.

Dengan segala pesona yang kami rasakan di sana, Rinjani telah menjadi memori indah yang tak akan terlupakan. Bagi Saya, Rinjani adalah yang terbaik.

Menariknya, Rinjani hanyalah satu dari jutaan pesona yang ada di Nusantara. Negeri ini masih memiliki hamparan keindahan lainnya yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

Sumber : Detik.com



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *