GERAKAN SUCI : Mewujudkan Ketersediaan Air Bagi Warga Gunung Kidul

Kabarnusantaranews, Gunung Kidul ;–Air adalah inti dari kehidupan. Ketiadaan air, membuat standar kehidupan yang layak sulit untuk dihadirkan. Makhluk hidup sangat tergantung dengan keberadaan air. Begitu juga manusia yang hampir 70% tubuhnya mengandung air.

Gunung Kidul adalah salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta, yang luasnya bisa dikatakan hampir 1/2 atau 46,63% luas wilayah D.I Yogyakarta, dengan ibukota Wonosari, yang terletak di sebelah tenggara Kota Yogyakarta. Di sebelah selatan atau kidul (bahasa Jawa) dari Pegunungan Sewu, menyebabkan wilayah ini disebut Gunung Kidul atau Gunung Selatan.

Secara geografis, Gunung Kidul terletak di sebelah selatan yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Kab.Klaten, Kab.Sukoharjo dan Kab.Sleman di sebelah utara. Kab.Wonogiri di sebelah timur, serta Kab.Bantul di sebelah barat.

Kondisi alam Gunung Kidul memang merupakan daerah yang didominasi bebatuan kapur dan karang. Menurut sejarahnya, wilayah ini jutaan tahun yang lalu adalah dasar laut, yang akibat pergeseran lempeng bumi baik secara tektonik, vulkanik dan kejadian alam lainnya mengakibatkan wilayah dasar laut ini muncul di permukaan. Sehingga tidak heran jika kondisi tanah di Gunung Kidul didominasi oleh batu-batu karang dan kapur, bahkan seringkali masih ditemukan fosil-fosil kerang dan hewan laut lainnya.

Dengan kondisi yang demikian : tanah yang kering, tandus, berbatu, gersang dan banyaknya sungai-sungai bawah tanah seperti umumnya tanah karst, membuat sulitnya supply air, pertanian di Gunung Kidul pun tidak berjalan optimal. Pertanian lebih banyak mengandalkan pengairan dari air hujan (sawah tadah hujan) yang sangat tergantung pada musim, dan kurangnya air bersih. Demikian disampaikan Kolonel CPL Simon Petrus Kamlasi kepada IMO-Indonesia, minggu 14/07/2019

Kolonel CPL Simon Petrus juga menuturkan bahwa selama ini upaya dari pemerintah setempat dalam meminimalkan krisis air adalah dengan mendistribusikan air dari sumber air Kali Puring (tempat satu-satunya sumber air yang dimanfaatkan dan didistribusikan, sebelum ditemukannya sumber air baru yang lebih besar di Goa Pulejajar ini) menggunakan mobil tangki ke penduduk. Namun pasokan air dari mobil tangki tersebut sering terhambat, apalagi di musim kemarau, karena debit air di sumber air Kali Puring semakin kecil debit airnya saat musim kemarau.

Dengan pemanfaatan sumber air baru yang debit airnya jauh lebih besar dari sumber air Goa Pulejajar melalui pengangkatan air ke permukaan dan dialirkan ke masyarakat, bisa membantu warga dalam memenuhi kebutuhan air, baik kebutuhan air bersih untuk kehidupan sehari-hari, juga untuk kebutuhan pengairan pertanian, yang semula 90% persawahan mengandalkan air di musim hujan menjadi pertanian sepanjang waktu, digunakan untuk peternakan, budidaya ikan air tawar, dan lain sebagainya.

Pencarian Sumber Air

Kurangnya ketersediaan air inilah yang mendorong para pemuda desa yang tergabung dalam Kombi (Komunitas Merangkul Bumi) tergerak untuk mencari titik-titik potensi sumber air bersih di wilayah Gunung Kidul.

Sebenarnya ada banyak sungai mengalir, namun jenis sungai ini adalah sungai bawah tanah. Untuk membawa air tersebut ke permukaan tanah memerlukan usaha yang tidak mudah. Inilah yang sedang diupayakan oleh para pemuda desa beserta komponen masyarakat lainnya.

Salah satu titik sumber air bawah tanah dengan jumlah air yang cukup besar berhasil ditemukan di dalam Goa Pulejajar di Pedukuhan Nglaban, Desa Jepitu, Kecamatan Girisubo, Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Desa Jepitu adalah salah satu desa yang ada di Kecamatan Girisubo, Kabupaten Gunungkidul. Desa ini berjarak 40 kilometer di selatan Gunung Kidul, berdekatan dengan Pantai Wedi Ombo. Daerah ini mengalami krisis air bersih hampir sepanjang tahun.

Dukungan TNI

Ditemukannya sumber air dengan debit air yang besar di Goa Pulejajar memunculkan harapan baru pada masyarakat akan ketersediaan air, apalagi di musim kemarau. Ujicoba untuk mengalirkan air sungai dari bawah tanah ke permukaan pun dilakukan, ujar

Berawal dari menggunakan pipa kecil atas swadaya masyarakat, air berhasil dinaikkan ke permukaan. Namun hanya bisa pada jangkauan yang sangat kecil, yaitu di sekitaran mulut goa.

Ikhtiar masyarakat pun berlanjut, mencoba untuk mengalirkan air ke tempat yang lebih jauh dengan debit yang lebih besar agar manfaatnya lebih dirasakan masyarakat. Namun tentu saja hal ini membutuhkan biaya yang besar, mengingat lokasi Goa Pulejajar di dekat Pantai Wedi Ombo, yang lokasinya cukup jauh dari pemukiman warga.

Pada tanggal 14 September 2018, dengan dukungan dari Kasum Letjen TNI Joni Supriyanto yang juga merupakan putra daerah asli dari Gunung Kidul, inisiator gerakan SUCI (Semangat Untuk Cinta Indonesia) yang sangat peduli terhadap tanah kelahirannya, mengutus Kapaldam Jaya Kolonel CPL Simon P. Kamlasi untuk mensupervisi dan turun langsung ke dalam perut bumi untuk mengeksplorasi sungai bawah tanah yang berada di Goa Pulejajar bersama dengan para pemuda sekitar yang tergabung dalam Komunitas Merangkul Bumi (Kombi) dan tim dari Kodim 0730/GunungKidul, Yogyakarta.

Gerakan SUCI merupakan sebuah gerakan yang dicetuskan oleh Kasum TNI Joni Supriyanto. Sebuah gerakan untuk mencintai Indonesia.

Gerakan untuk kembali ke kampung halaman, desa-desa, mengangkat serta memberikan solusi atas berbagai masalah yang terjadi di daerah/kampung halaman masing-masing. Juga sebuah gerakan kembali meneladani nilai-nilai nenek moyang kita, yang guyup rukun gotong royong, tanpa meminta balas jasa tertentu.

Pengangkatan Air Ke Permukaan

Dari hasil eksplorasi yang dilakukan, ditemukan fakta bahwa sumber air utama yang ditemukan di Goa Pulejajar berjarak sekitar 1300 meter dari mulut goa, dengan kedalaman 19 meter.

Beberapa kebutuhan mendesak adalah ketersediaan pipa dengan kapasitas besar, juga pompa untuk mengangkat dan mengalirkan air dengan debit yang lebih besar hingga lebih dekat dan mudah diakses oleh penduduk sekitar.

Kebutuhan pipa dan sarananya hingga air bisa dinikmati oleh penduduk merupakan sumbangan langsung dari Kasum TNI Letjen Joni Supriyanto.

Selamatan Pemasukan Pipa dan Pengangkatan Air Bawah Tanah

Pada hari Jum’at kemarin, 12 Juli 2019 pukul 14.30 wib telah dilaksanakan acara selamatan untuk mengawali kegiatan pemasukan pipa dari sumber air hingga ke permukaan. Hal ini dimaksudkan agar selama proses pipanisasi dapat berjalan dengan aman lancar tanpa gangguan dan hambatan. Selain itu, kegiatan ini juga dimaksudkan sebagai ajang silaturahmi seluruh warga masyarakat sehingga dapat saling bahu membahu dan bekerja sama serta saling menjaga selama proses pipanisasi dan seterusnya.

Meskipun Kasum TNI pada saat itu sedang berada di Amerika Serikat, beliau masih menyempatkan memberikan perhatian besar terhadap kelancaran kegiatan pipanisasi. Beliau berpesan, melalui Kolonel CPL Simon P. Kamlasi supaya seluruh warga bekerja sama dan bergotong royong sesuai dengan nilai-nilai Pancasila yang dicontohkan oleh para pendahulu tanpa berharap imbalan tertentu.

Para pejuang kemerdekaan telah banyak berkorban untuk merebut dan mempertahankan negeri ini, jangan sampai negara ini pecah, rusak, bubar hanya karena pertikaian pihak tertentu. Para pendahulu kita telah mengajarkan, tidak ada ruang untuk perasaan pribadi, yang diutamakan adalah kepentingan yang lebih besar, kepentingan NKRI harga mati.

Kerja nyata yang diperlihatkan oleh para pemuda di Goa Pulejajar Desa Jepitu, diharapkan juga menjadi contoh para pemuda lainnya, tidak banyak bicara tapi menghasilkan karya nyata yang bisa dirasakan manfaatnya oleh sebanyak-banyaknya masyarakat sekitar, sebagai salah satu bentuk mengisi kemerdekaan negeri.

Besar harapan dari Kasum TNI Joni Supriyanto, gerakan SUCI di Goa Pulejajar dapat menginspirasi dan diteruskan oleh seluruh anak bangsa di seluruh penjuru tanah air kita tercinta, pungkasnya.

(yfi – IMO-Indonesia)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *