Ada Apa Ratusan Mahasiswa Padati Persimpangan Jalan Pettarani?

Kabarnusataranews,Makassar– Penolakan UU Umnibus Law Cipta Kerja masih terus berlanjut, dimana ratusan Mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Makassar (GERAM), mengadakan Festival Rakyat dan memadati pertigaan Jl. Sultan Alauddin dan A.P Pettarani Makassar. Jum’at (16/10/20).

Aksi ini tidak seperti aksi demonstrasi biasanya. Tidak ada polisi yang berjaga dengan senjata lengkap dan tidak terjadi kemacetan lalu lintas.

Dari pantauan wartawan di lokasi sekitar pukul 22:00 Wita, terlhat antusias massa dan beberapa warga sekitar yang juga ikut bergabung. Mereka tampak sorak menyanyikan lagu Iwan Fals yang berjudul Surat Buat Wakil Rakyat, dan lebih lantang lagi saat lagu Fajar Merah-Kebenaran Akan Terus Hidup di lantunkan bersama.

Jelo, selaku Jendral Lapangan berpendapat bahwa aksi ini adalah salah satu bentuk kampanye, untuk menarik simpati yang lebih luas terhadap masyarakat.

“Setiap aksi, masyarakat selalu menganggap kita akan membuat kerusuhan dan kekacauan. Itu yang harus kita saring sebagai gerakan rakyat progresif bahwa kita juga mempunyai kreatifitas gerakan. Di tingkatan pemerintah dan kepolisian selalu mengkampanyekan setiap aksi kita, pasti ujungnya kericuhan, kerusuhan dan lain sebagainya,” ungkapnya.

Hingga saat ini, Presiden sudah mengatakan bahwa jika ada ketidakpuasan terhadap UU Omnibus Law Cipta Kerja, silahkan ajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. Namun GERAM tidak sepakat sebab hal itu keliru karena ini bukan kasus pertama.

“Menurut kita di GERAM, sangat keliru ketika UU yang pemerintah lahirkan itu kita uji materi dengan mereka lagi. Ini bukan kasus pertama. Seperti UU KPK, Minerba, dan lainnya sudah di uji materikan ke MK tapi tidak pernah terselesaikan,” tambahnya.

Jelo beranggapan kita sedang memasuki era yang paling baru dan lebih otorotarian.

“Pemerintah hari ini kita kenal sebagai Neo-orba, orde paling baru. Pemerintah terkesan lebih represif, otoritarian dibandingkan Soeharto. Pihak kepolisian juga dalam menangani massa aksi melakukan represifitas, itu sudah keluar dari koridornya sebagai pengayom dan pelindung bangsa,” paparnya.

Sampai saat ini, masih ada organisasi yang beranggapan bahwa UU Omnibus Law Cipta Kerja cacat formil, sebelum bahkan sesudah disahkannya.(rls/tim)



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *