Opini : PERAN INSTITUSI PENDIDIKAN KESMAS DALAM MEWUJUDKAN UNIVERSAL HEALTH COVERAGE (UHC)

Kabar Nusantara News;- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam peringatan hari kesehatan dunia tahun ini mengangkat tema Universal Health Coverage (UHC): Everyone, Everywhere.Makassar (09/04/2018)

Tema ini diangkat agar semua lapisan masyarakat mampu mengakses pelayanan kesehatan yang tepat tanpa memikirkan biaya pengobatan. Menurut WHO, diperkirakan terdapat setengah dari penduduk dunia tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang tepat dan terdapat 100 juta penduduk dunia yang jatuh miskin karena hutang akibat dari pembiayaan kesehatan atau tagihan medis lainnya.

Dalam mewujudkan Universal Health Coverage (UHC), Pemerintahan Indonesia telah menuangkan hal tersebut dalam Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) tahun 2004 dan kemudian disempurnakan dalam Undang-Undang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tahun 2014 yang menargetkan rakyat Indonesia telah tercover secara menyeluruh oleh Jaminan Kesehatan pada tahun 2019.Sebenarnya jauh sebelum itu peraturan-peraturan perundang-undangan Indonesia telah mengisyarakan hal tersebut seperti dalam UUD 45 pasal 28H yag menyebutkan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan,Selanjutnya dalam Pasal 34 disebutkan bahwa Negara Indonesia mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat dan negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan untuk fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara serta Pasal 25 Ayat (1) menyatakan, setiap orang berhak atas kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya termasuk hak atas perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan.

Langkah yang dilakukan pemerintah tersebut melalui peraturannya tidak serta merta tanpa kendala dan berjalan sempurna. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sebagai penyelenggara JKN dalam tiga tahun mengalami kerugian, dimana pada tahun 2014 sebesar 3,3 triliun rupiah dan membengkak hingga 9,7 triliun pada tahun 2016.

Hal ini dikarenakan banyaknya masyarakat yang menunggak pembayaran iuran, diperkirakan 10 juta peserta kategori mandiri melakukan penunggakan iuran pembayaran. Dan bila hal ini terus dibiarkan maka menciptakan Indonesia yang UHC hanyalah mimpi belaka.

Prof DR dr. Ascobat Gani, MPH, guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia, dalam satu kesempatan pertemuan pembahasan mengenai Universal Health Coverage (UHC) mengatakan “bahwa penerapan UHC dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tidak hanya bisa diartikan sebagai cakupan kepesertaan seluruh penduduk saja, namun lebih dari itu,UHC juga harus menilik kepada jenis layanan kesehatan yang diberikan.

UHC haruslah mencakup upaya kesehatan secara keseluruhan termasuk Upaya kesehatan Masyarakat (UKM) dimana didalamnya ada upaya preventif dan promotif kesehatan”. Pemerintah saat ini sebenarnya telah menegaskan pelaksanaan upaya kesehatan Masyarakat di era JKN ini dengan melakukan perubahan substansi pelayanan yang menekankan kepada pelayanan promotif dan preventif di Kabupaten/Kota.Dengan demikian pembentukan sumber daya manusia untuk melakukan hal itu perlu ditingkatkan baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Institusi pendidikan kesehatan masyarakat sebagai wadah dalam pembentukan karakter dan kapasitas sumber daya manusia, pada jenjang D3/S1/S2 harus memberikan perhatian yang lebih intens terhadap beberapa hal yang terkait pelaksanaan upaya kesehatan masyarakat.

Permasalahan kualitas dan kuantitas dari calon SDM kesehatan bidang promotif dan preventif perlu ditingkatkan, karena Ilmu Kesehatan Masyarakat adalah ilmu dan atau seni maka sudah sepantasnya calon SDM kesehatan bidang promotif dan preventif difokuskan untuk mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat dalam mengaktifkan dan melibatkan diri untuk ikut mengamati, memikirkan,menganalisis dan merumuskan setiap permasalahan kesehatan yang muncul dilingkungan sekitarnya. Sehingga mengubah mind-set mereka,bahwa masalah kesehatan adalah masalah bersama.

Dan hal yang tak kalah penting adalah bagaimana intitusi pendidikan mendukung mahasiswanya untuk aktif berorganisasi, tapi dengan catatan tidak mengganggu aktifitas akademik mereka. Karena sejatinya kampus merupakan miniatur kecil sebuah Negara,Dengan berorganisasi,mahasiswa benar-benar merasakan bagaimana bertanggung jawab sesuai amanah dan tugas yang kita emban untuk melaksanakannya dengan baik,terlebih lagi dalam beorganisasi mereka dapat mempraktekan ilmu yang didapatkan dan belajar terkait ilmu-ilmu yang membuat kita peka terhadap sesama,membuat kita lebih percaya diri, membuat kita lebih tenang ketika menghadapi masalah,serta sebagai miniatur tempat kita berkontribusi dalam pemikiran serta tindakan.

Selain itu,ketika berbicara masalah kualitas atau mutu SDM kesehatan tidak bisa terlepas dari permasalahan registrasi, sertifikasi dan uji kompetensi. Ketiga hal tersebut dibutuhkan guna mendorong peningkatan pengetahuan dan ketrampilan tenga kesehatan khususnya bidang preventif dan promotif di Kabupaten/Kota.

Terkait urgensi terhadap uji kompetensi dan Surat Tanda Registrasi (STR) Kesehatan Masyarakat maka perlu ditinjau melalui sudut pandang kedua organisasi profesi seperti Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) dan Perhimpunan Sarjana Kesehatan Masyarakat Indonesia (PERSAKMI) untuk melihat sejauh manakah urgensi isu pendidikan dan keprofesian kesehatan masyarakat tersebut dengan tujuan untuk menjamin mutu dan kualitas lulusan kesahatan masyarakat di masa yang akan datang.

Jika melihat ungkapan dari orang terdahulu kita ‘lebih baik mencegah dari pada mengobati’,maka sudah selayaknya dengan peran aktif institusi pendidikan kesehatan masyarakat dalam hal peningkatkan kualitas dan kuantitas calon sumber daya tenaga kesehatan promotif dan preventif dapat maksimal, maka universal health coverage yang sesungguhnya akan benar-benar bisa dirasakan manfaatnya oleh seluruh masyarakat Indonesia.

Oleh : Muhammas Sabri S.KM

Sekretaris Umum BPL HMI Cabang Makassar Timur

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *