Golongan Putih : Perbedaan Dan Kesatuan Untuk Kemenangan Rakyat

Kabar Nusantara News;- Waktu berkampanye PEMILU legislatif dan presidensial tidak lama lagi akan usai, dan itu dijadwalkan oleh KPU R.I. Akan tetapi, disisa jadwal terakhir dan hari tenang masa kampanye itu adalah jadwal kampanye poros ke – 3, yakni golongan putih untuk memenangkan kepiluan rakyat dan menghadang kemenangan Akal Sehat maupun Berfikir Sehat.

Dasarnya adalah pemilu mendatang telah menjadi tidak menarik lagi dan membosankan karena tahun 2014 terulang dengan keikutsertaan Jokowi serta Prabowo sebagai kandidat presiden bersama visi misi yang terulang serta terelakkan hasilnya.

Indonesia Maju vs Indonesia Kuat

Tawaran yang dibutuhkan untuk negeri ini bukan persoalan maju ataupun kuat, akan tetapi bagaimana negeri ini dengan kekuatan politik massa mengahadirkan kemampuan baik secara moral serta actual untuk mempengaruhi elit politik. Dengan mengandalkan instrument politik massa, tanpa campur tangan sembunyi oleh borjuis serta sekutunya. Masa itu diawali oleh 2 tokoh yang bernama Arif Budiman dan Imam Waluyo sebagai gerakan moral ( gerakan protes ) hasil dari spectrum Golongan Putih dalam memprotes pelaksanaan pemilu tahun 1971 di era orde baru dengan dalih, bahwa 3 pilar politik yang berkuasa ( ABRI, Birokrasi, dan Golkar ) sebagai kekuatan efektif naasib Negara ke depan.

Saat ini yang dibutuhkan adalah bagaimana visi misi yang aplikatif, bukan argumentative dalam menyelesaikan beberapa kepiluan negeri ini. Misalnya dimulai dari penyelesaian melindungi masyarakat adat, menggosipkan pengupahan buruh, kedaulatan pangan, konflik agrarian, pelanggaran ham, dan kriminalisasi serta perlindungan anak dan perempuan.

Rapuhnya Makna “ Demokrasi

Jika dirunut asal usul kata demokrasi, berasal dari kata Yunani yang terdiri dari demos dan kratos. Demos diartikan rakyat, dan kratos sebagai kekuasaan, lalu demokrasi berarti “ kekuasaan oleh rakyat “. Ironinya, demokrasi di negeri ini adalah kekuasaan untuk borjuis dan sekutunya, singaktnya demokrasi liberal. Hal ini yang membuat demokrasi akan menghadapi dilema, sebagai system politik yang direduksi menjadi sekedar mekanisme pengambilan keputusan berdasarkan voting. Jika secara inheren voting mengandung cacat sebagai mekanisme pengambilan keputusan, maka demokrasi secara inheren juga cacat sebagai sistem politik ( Anthony Downs,1957 ).

Inilah pendangkalan serta kerapuhan dalam memaknai demokrasi, sejatinya kita bersama – sama menuju demokrasi yang bermutu. Dengan mengawali membaca dan menafaskan sila ke 4 Pancasila yang tak tergesa – gesa seperti pada saat upacara bendera, mungkin kita bias bersama menemukan makna demokrasi dalam ruang kebijaksanaan dan kedamaian.

Golput Bukan pilihan tapi tawaran kemenangan

Dari uraian diatas, penulis tidak mengajak untuk pesimis dan mengarah ke golput, tapi lebih kepada tawaran kemenangan tanpa campur tangan siapupun. Cukup dengan kesadaran dan refleksi bahwa harapan Indonesia baik – baik saja tanpa kemenangan oligarki, borjuis serta instrument kapitalisme para kedua yang merasa memiliki negeri ini. Harapan kita bersama yakni meletakkan kebenaran dan meluruskan cita – cita para pendiri bangsa ini yang sudah tertidur di makamnya dengan dalih bahwa letakkan kekuasaan itu dengan kemenangan bersama yakni kemenangan rakyat.

Penulis : Muhammad Aswar Darwis ( Mahasiswa Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin, Jurusan Ilmu Administrasi Publik Fisip )

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *