Begini Tanggapan Anggota DPR RI “LAM” Terkait Dana Hibah Kota Palopo

Kabar Nusantara News;- Terkuaknya percakapan Kajari Palopo dengan seseorang di medsos (WA) menjadi pembahasan yang hangat di Kota Palopo Saat ini,Makassar (25/10/2018)

Dianggap Kejari Palopo ikut bermain Proyek,Hal ini pun menarik perhatian dari Anggota DPR-RI Komisi 3 Luthfi Andi Mutty.

Menurutnya,dia terpaksa harus me”review” lagi pelajaran teori dasar ilmu pemerintahan,Baik yg pernah saya pelajari ataupun yg pernah saya ajarkan.

“Siapapun yg pernah belajar ilmu pemerintahan pasti mahfum bahwa asas lebih tinggi kedudukannya dari norma karena asas melahirkan norma.”ucap Opu LAM melalui Pesan singkat,Kamis,25/10/2018)

Lanjut Dia,Secara teoritis, penyelenggaraan pemerintahan di daerah dilaksanakan berdasarkan asas dekonsentrasi  desentralisasi, dan tugas pembantuan. Dekonsentrasi adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan yg tidak diserahkan kepada daerah, oleh aparat pemerintah pusat di daerah.

Desentralisasi adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan yg diserahkan kepada daerah (urusan rumah tangga daerah), oleh aparat pemerintah daerah.

Tugas pembantuan adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan yg belum diserahkan kpd daerah, oleh aparat pemerintah daerah Berdasarkan asas ini, maka dibuatlah norma.

Pasal 282 UU No. 23 Tahun 2014 ttg Pemda menegaskan bahwa urusan pemda dibiaya dgn APBD dan urusan pemerintah pusat dibiayai oleh APBN. Ketentuan ini “clear”.

Persoalan kemudian muncul ketika terbit aturan pelaksanaan yg bertentangan asas dan norma tersebut.

PP No. 2 thn 2012 dan PP No. 27 2014, serta Permendagri 19 2016 sebagai aturan pelaksanaan UU No.23 Thn 2014, menurut hemat saya bertentangan dg asas dan norma. Dan krn itu hrs batal demi hukum.

“Boleh saja pemerintah memberi peluang hibah daerah kepada instansi pusat. Tapi harus ada pembatasan.Misalnya, daerah yg akan memberi hibah harus memiliki kondisi keuangan yg memadai,Yakni kontribusi PADnya terhadap APBD minimal 60%. Daerah2 yg PADnya minim, tidak boleh memberi hibah. Kenapa? Karena secara logika sederhana, dgn PAD yg minim dipastikan utk melaksanakan urusan wajibnya saja pasti “ngos-ngosan”.Katanya.

Belum lagi keharusan mengembangkan potensi daerah (core competence) utk meningkatkan  kesejahteraan rakyatnya.

Kembali ke kasus Palopo,Perlu dilihat berapa persen kontribusi PADnya terhadap APBD. Jika memang masih di bawah 60% maka seharusnya DPRD menolak segala bentuk hibah kepada instansi vertikal.

Karena jika tidak,ada 2 kemungkinan :

1.Hibah menjadi alat negosiasi untuk menutupi bentuk-Bentuk perilaku buruk pemda.

2.Hibah akan menggerus keuangan daerah yang berdampak negatif dalam mengelola urusan rumah tangganya.(fa)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *