Presiden Diharapkan Lebih Peka Terhadap JKN

Kabar Nusantara News;- Permasalahan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang tak kunjung selesai membuat presiden memberikan teguran kepada Direktur Utama BPJS Kesehatan dan Menteri Kesehatan RI.Jakarta (21/10/2018)

Teguran ini disampaikan presiden saat membuka Kongres Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) di JCC Senayan.

Menurut beliau, semestinya permasalahan ini selesai di tingkat direktur utama BPJS Kesehatan dan menteri kesehatan, sehingga presiden tidak perlu turun tangan langsung.

Kejadian ini menjadi perhatian dari Lembaga Kajian dan Konsultasi Pembangunan Kesehatan (LK2PK). Menurut Direktur Eksekutif LK2PK, dr. Ardiansyah Bahar, perjalanan JKN selama ini memang bisa dibilang tidaklah mulus.

Berbagai masalah seringkali terjadi dan meresahkan berbagai pihak yang juga mungkin sampai di telinga presiden dan membuat beliau menjadi jengkel.

“Apakah tepat jika dikatakan permasalahan JKN ini bisa diselesaikan oleh Dirut BPJS Kesehatan dan Menteri Kesehatan? Benarkah presiden tidak perlu turun tangan langsung menyelesaikan permasalahan JKN? Untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut, perlu untuk melihat kembali apa sebenarnya penyebab berbagai masalah yang terjadi dalam implementasi JKN selama ini.” Ucap Ardi dalam Rilis Tertulisnya.

Permasalahan yang muncul seperti hutang BPJS kepada RS yang tidak kunjung dibayar ataupun pembatasan layanan yang dapat diklaim terjadi karena defisit keuangan BPJS.

Ini bukan satu-satunya penyebab berbagai masalah yang ada, namun menjadi penyebab utama berbagai masalah yang timbul. Oleh karena itu, menutupi defisit BPJS pada dasarnya akan menyelesaikan permasalahan-permasalahan seputar JKN yang selama ini muncul.

“Apakah dengan BPJS Kesehatan dan Kementerian Kesehatan memperbaiki sistem manajemennya, akan menyelesaikan permasalahan defisit yang ada? Jawabannya tentu tidak.” Tegas Ardi

Defisit terjadi dikarenakan mismatch antara iuran yang masuk dengan biaya layanan yang mesti dibayarkan oleh BPJS Kesehatan.

Sejak JKN berlaku hingga detik ini, iuran yang ditetapkan selalu dibawah nilai perhitungan aktuaria. Jadi defisit yang terjadi setiap tahunnya sebenarnya telah diprediksi sebelumnya.

“Apabila BPJS Kesehatan dianalogikan dengan mobil dan iuran yang masuk dianalogikan dengan bensin, pada dasarnya kita sudah bisa menghitung berapa kebutuhan bensin dari mobil tersebut untuk melakukan perjalanan dari Jakarta ke Bandung misalnya.Saat ini kita sudah mengetahui bahwa bensin yang ada tidak akan cukup untuk perjalanan Jakarta-Bandung, namun tetap kita paksa untuk berangkat. Akibatnya, di tengah perjalanan tentu mobil akan berhenti dan mesti didorong atau diderek jika ingin melanjutkan perjalanannya. “ Jelas Ardi

Pada Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional pasal 27 ayat 5, dijelaskan bahwa besaran iuran diatur dalam peraturan presiden.

Sehingga jelas bahwa kenaikan iuran untuk dapat menutupi defisit yang ada hanya bisa dilakukan oleh presiden, bukan dirut BPJS Kesehatan ataupun menteri kesehatan.

Dalam undang-undang tersebut, pada pasal 21, 22, dan 23 dijelaskan juga bahwa perpres tersebut mengatur mengenai kepesertaan dan manfaat jaminan kesehatan.

Oleh karena itu, sangat jelas bahwa masalah yang terjadi saat ini terkait JKN hanya dapat diselesaikan oleh presiden. Tentu kurang bijak jika presiden mengatakan bahwa beliau tidak perlu turun tangan langsung dalam menyelesaikan permasalahan JKN ini.

Memang terjadi dilema ketika opsi menaikkan iuran yang akan dipilih oleh karena kebijakan tersebut tidaklah populis. Akan tetapi, kita tidak bisa menutup mata bahwa iuran yang ada masih rendah dan kurang lebih selama tiga tahun ini tidak pernah ada kenaikan.

“Apabila iuran tidak dinaikkan, pilihan lainnya adalah dengan membatasi manfaat. Kebijakan ini tentu sama dilematisnya. Akan ada gelombang protes dari masyarakat yang selama ini sudah merasakan manfaat sebagai peserta BPJS. Selain itu, provider ataupun tenaga kesehatan yang melayani peserta BPJS selama ini juga akan terganggu dalam memberikan pelayanannya.” Ungkap Ardi

Apabila kedua opsi tadi tidak menjadi pilihan, maka satu-satunya jalan adalah pemerintah mesti mencarikan dana talangan untuk defisit BPJS ini. Seorang presiden tidak boleh mengeluh karena memang ini menjadi tanggung jawabnya. Presiden diharapkan lebih peka terhadap permasalahan JKN. Menjamin rakyat mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas tentu menjadi tugas mulia dari pemerintah.

Perlu ada langkah strategis dalam menjamin keberlangsungan JKN yang sudah dirasakan manfaatnya oleh orang banyak. Duduk bersama semua stakeholder perlu kiranya dilakukan demi mencari langkah terbaik dalam menjalankan JKN ini.

Salah satu stakeholder yang saat ini belum dimaksimalkan oleh presiden, yaitu Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Sangat disayangkan, rekomendasi-rekomendasi dari DJSN, misalnya besaran iuran, tidak diindahkan oleh pemerintah.

Padahal menurut undang-undang, DJSN inilah yang berfungsi merumuskan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional.

Ardiansyah menutup penjelasannya dengan harapan, semoga kita bisa menjadi bangsa pembelajar yang menjadi lebih baik dari waktu ke waktu.(**)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *