Opini : HMI Dalam Pusaran Perkembangan Zaman

Kabar Nusantara News;- Titik awal perjalanan Himpunan Mahasiswa Islam dimulai 72 Tahun yang lalu. Disaat konprontasi bangsa ini melawan bangsa penjajah disertai penghianatan PKI terhadap Indonesia, tercetuslah ide dan gagasan untuk melahirkan sebuah organisasi yang menghimpun mahasiswa Islam yang diprakarsai oleh Lafran Pane tertanggal 14 Rabiul Awal 1366 H atau 05 Februari 1947 M.Opini (05/02/2019)

Kehadiran HMI pun pada saat itu seakan memberi angin segar kepada mahasiswa Islam untuk bersatu dalam sebuah Himpunan. Sebuah wadah pemersatu pemikiran tentang gagasan kebangsaan dan keummatan dengan spirit nilai – nilai Islam dan Indonesia yang kemudian dijadikan landasan perjuangan HMI.

Spirit Islam Keindonesiaan pun menggema di seantaro negeri dan dijadikan sebagai solusi terhadap berbagai problem yang melanda negeri ini.

Namun, kehadiran HMI pun mendapat penolakan dari berbagai pihak. PKI adalah organ yang secara terang terangan menolak kehadiran HMI. Bahkan HMI menurut PKI adalah bagian dari Masyumi yang membahayakan eksistensi mereka di Indonesia.

Berbagai tipu muslihat pun mereka lakukan agar eksistensi HMI semakin redup dan bahkan PKI dengan tegas mengatakan bahwa HMI adalah organisasi terlarang karena bertengangan dengan semangan revolusioner Presiden Soekarno pada waktu itu.

Setelah PKI dibubarkan dan pemerintaan Orde Lama tergantikan dengan sistem Orde Baru, HMI semakin menancapkan pengaruhnya diseluruh wilayah NKRI. Dengan mengedepankan nuansa intelektual dengan spirit nilai – nilai Islam, mahasiswa islam di Indonesia semakin tertarik untuk bergabung dengan organisasi ini.

Dalam konteks kebangsaan dan keummatan, sumbangsih pemikiran HMI pun mendapat apresiasi dari berbagai kalangan termasuk dari pemerintah rezim Soeharto. Kehadiran HMI seolah menjawab perkataan Jendral Soedirman yang mengatakan bahwa HMI selain singkatan dar Himpunan Mahasiswa Islam, HMI juga merupakan Harapan Masyarakat Indonesia.

Di era 70 hingga 90 an, kejayaan HMI semakin memperlihatkan pengaruhnya di indonesia. Banyak kader HMI yang nantinya akan menjadi tokoh – tokoh bangsa dan cendikiawan – cendikiawa muslim di Indonesia. Nurkholis Madjid, Akbar Tandjung, Jusuf Kalla, Anas Urbaningrum adalah sebagian dari tokoh – tokoh bangsa yang terlahir dari Rahim HMI.

Namun, kegemilangan HMI di masa lampau seolah tinggallah kenangan hingga seorang penulis sejarah HMI, Agus Salim Sitompul memaparkan 44 indikator kemunduran HMI sebagai gambaran kondisi HMI dewasa ini.

Jika dahulu, HMI mewarnai wacana – wacana serta diskusi – diskusi yang tersaji di kampus, maka kondisi HMI dewasa ini seolah tenggelam dari wacana – wacana serta diskusi – diskusi di kampus. Kader HMI pun seolah terpinggirkan dan tidak berdaya dengan berbagai kebijakan kampus yang tidak mengindahkan nuansa kritis hadir ditenga tengah kehidupan kampus.

Dalam wacana kebangsaan dan keummatan pun, HMI seolah tak berdaya dengan perkembangan zaman di negeri ini. Parahnya lagi, HMI cenderung fokus pada problem – problem internal yang sifatnya justru semakin membuat HMI kehilangan arah dalam menentukan sikap terkait kondisi kebangsaan dan keummatan hari ini.

Entah problem tersebut akarnya dari mana, tetapi kondisi kekinian HMI seolah mengingatkan kita akan kondisi kekhalifahan Turky Utsmani yang dahulu dikenal sebagai imperium terkuat di dunia tetapi kemudian menjadi lemah dikarenakan konflik – konflik internal.

Tentu kejadian yang menimpa Turky Utsmani, sebuah imperium besar yang wilayahnya mencakup tiga benua tetapi runtuh karena konflik internal terjadi di Himpunan Mahasiswa Islam. Olehnya itu, perlu kiranya kader – kader HMI merenugi serta menyelesaikan berbagai macam problem yang terjadi di internal HMI.

Usia 72 tahun bukan menjadikan organisasi ini semakin tua dan menjadi organisasi pesakitan. Di usia 72 tahun ini, HMI mesti semakin matang dalam menjawab semua problem – problem yang menimpa HMI secara internal serta problem – problem kebangsaan dan keummatan yang kini menimpa indonesia secara menyeluruh.

Nuansa Hijau Hitam harus kembali kepada kittahnya sebagai organisasi yang mengedepankan nilai, bukan malah mengedepankan kepentingan – kepentingan yang sifatnya Feodal. 72 tahun, HMI Merawat Kebinnekaan Bangsa dan Pluralitas Ummat di indonesia. Spirit Islam Keindonesiaan haruslah tetap menggema ditengah arus kemoderenan yang kini melanda indonesia.

Islam Keindonesiaan harus tetap menjadi Spirit bagi setiap kader HMI dan menjadikannya ibarat sinar matahari yang memberikan kehangatan ditengah badai yang sedang berkecamuk di negeri ini.

Oleh: Akbar Idris (Fungsionaris PB HMI periode 2018-2020).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *