Opini : Berjumpa Tuhan Melalui Perempuan

Kabar Nusantara News;- Dunia Barat dalam membincang kosmologi dikenal dengan istilah Cosmologi Saintific.Opini (11/09/2018)

Mendikotomi dimensi batiniah dan lahiriah adalah kekhasannya, antara yang fisika dan metafisika tak ada hubungan sama sekali, dengan kata lain Tuhan dan Alam Semesta dianggap sebagai sesuatu yang terpisah dan tak memiliki titik temu. Data-data ilmiah tak mampu meraba maupun menemukan Tuhan apatahlagi mempertautkannya di realitas nyata.

Dengan demikian Tuhan menjadi berat untuk dinyatakan eksistensinya. Seakan mengingatkan saya dengan sosok Gorghias (480-380), tokoh Sophis Ekstrem Yunani Klasik ternama yang mengatakan bahwa : “Sesuatu itu tidak ada, kalaupun ada maka ia tidak bisa dipahami, kalaupun bisa dipahami, maka Ia tidak akan mungkin bisa dijelaskan kepada orang lain”.

Ini menunjukkan bahwa Tuhan adalah sesuatu yang sangat jauh dari alam, keyakinan Tuhan adalah komsumsi individu masing-masing setiap insan yang begitu susah untuk disampaikan kepada orang lain.

Pandangan yang semakna lambat laun juga diadopsi dan berkembang pesat di Eropa hingga abad Modern saat ini. Yang menihilismekan segala sesuatu yang tidak dapat diindrawi, ia pantasnya dipercayai jika memiliki landasan ilmiah saja, jika tidak maka ia tidak layak diyakini.

Sebab Tuhan hanya hadir dalam benak, tidakbisa dibuktikan secara konkret, berbatas pada pemaknaan semata dan jauh terpisah dari alam semesta, sehingga ia tidaklah pantas untuk diproklamirkan.

Apalagi Abad Modern yang serba canggih ini, Tuhan tidak lagi laku dipasaran, zaman yang diistilahkan sebagai “Zaman Now” adalah zaman yang serba instan, serba nyata dan jauh dari hal-hal yang sifatnya transendental.

Mungkin tepatnya disebut sebagai zaman Materialisme, artinya semakin materialis manusia maka semakin jauhlah Tuhan di dalam dirinya. Karl Marx secara substansial mengganti Tuhan dalam bentuknya yang sangat material, Tuhan dianggapnya sebagai kekuasaan, siapa yang berkuasa maka dialah sejatinya Tuhan.

Kemudian Tuhan penguasa membuat lagi satu Tuhan yang absurt yang diperuntukkan khusus kepada orang-orang miskin dan tidak berdaya, orang-orang bodoh dan teraniaya, dengan alasan supaya menjadi obat penguatan batin agar manusia lemah dan bodoh tidak lagi melakukan perlawanan.

Agama adalah sebuah pembodohan dan telah menjadi candu yang merebak dan harus dimusnahkan.

Tuhan menjadikan manusia kehilangan nalar kritisnya. Lalu dilanjutkan oleh Nietszche: “Tuhan telah Mati”.

Tentu semua ini berangkat dari sebuah pemaknaan-pemaknaan saja, dan tidak memiliki argumentasi kuat dan sifatnya sangat reaksionis.Inilah yang merupakan problem ontologis antara Alam Semesta dan Tuhan yang patut mendapat perhatian khusus.

Sebetulnya di dalam dunia Islam juga beragam pandangan mengenai Kosmologi. Karena Islam telah banyak dipengaruhi oleh penganut agama sebelumnya khususnya para teolog yang sarat dengan dogma dan sangat skriptualis dalam meletakkan sebuah kebenaran, yang secara radikal diberikan sepenuhnya kepada kalam yang mana kalam begitu kental dengan pahaman Teosentrismenya.

Manusia tidak memiliki peran berarti di dalam saentero ini, ia harus patut tunduk dan mengikuti seluruh perintah Sang Penguasa Jagad tanpa bantahan sedikitpun.

Sebaliknya pandangan yang berbau Antroposentris tidak mau kalah dalam mempertahankan pendapatnya dan mengatakan: “Pada dasarnya manusialah yang memiliki kendali dalam seluk beluk kehidupan ini”, demikian Tuhan tidak berhak mendikte apalagi mengatur manusia sebab kitalah sang penguasa yang sesungguhnya.

Kita lalu diperhadapkan oleh dua pilihan, antara Kepentingan Manusia dan kepentingan Tuhan?

kita harus memilih salah satunya dan tidak bisa menggabungkan keduanya sebab keduanya suatu hal yang terpisah dan tak memiliki hubungan.

Berdasarkan fenomena di atas William Chittick mencoba membuat sebuah rumusan baru dalam menemukan relasi antara Tuhan dan Manusia.

Beliau meyakini bahwa manusia melalui jiwanya adalah perantara dalam memahami Tuhan dan memahami Alam Semesta.

Prof. William C. Chittick adalah seorang terkemuka sebagai komentator-komentator pemikiran visioner Ibnu Arabi, beliau merupakan profesor pentelaah Agama-Agama tersohor di University Stony Brook, New York, dan telah banyak melahirkan karya yang monumental.

Dalam bukunya yang berjudul Kosmologi Islam dan Dunia Modern, beliau mengambil dalil Hossein Nasr, selaku tokoh modern yang paling spesifik membincang dunia saitifik dalam hubungannya dengan Tuhan.

Yang menarik dari gagasan Nasr adalah karena beliau mencoba mengkosmikkan antara sains untuk menemukan Tuhan di dalamNya.

Beliau berkeyakinan bahwa Sains akan pincang, tidak berkembang jika ia berdiri sendiri, maka ia harus bekerjasama dengan Tuhan.

Beliau begitu lugas mengkritik pandangan saintifik yang medewakan ilmu pengetahuan dan teknologi, dengan basis indrawi semata, yang jauh dari pintu Transendental.

Jauh sebelum peradaban Barat maju, Islam telah lebih dulu berkembang? Sebab sebelum Barat, Islam telah mempelajari sains olehnya itu para cendekia Muslim tidak hanya memiliki jiwa ahli ibadah tetapi juga ahli Matematika, Astronomi, Optik, Geologi dan beberapa bidang lainnya yang sekaitan dengan sains.

Dan Islam belakangan mengalami kemunduran karena tidak mengkosmikkan antara Tuhan dan Sains. Seolah orang berTuhan haram hukumnya belajar teknologi begitupun sebaliknya.

Tentu bukan perkara mudah dalam menemukan Tuhan di alam realitas. Tuhan juga tidak hanya cukup untuk dipahami, tetapi sebuah tuntutan dalam menghadirkanNya di alam realitas.

Untuk mempertemukan Tuhan dan Alam secara hakiki, jiwa adalah merupakan titik lokus pertemuannya. Di dalam jiwa ada hasrat dan imajinasi yang mengalami begitu banyak dinamika, ada yang nampak dan yang tersembunyi. Ada jiwa yang feminin dan adapula yang maskulin.

Jiwa maskulin merupakan simbolitas Langit, sedangkan jiwa feminin merupakan simbolitas akan adanya Bumi. Tentu banyak hal tersembunyi di dalam Bumi yang harus disingkap oleh Langit. Oleh sebab itu langit butuh pentahqiqan (penyingkapan) untuk menggapai dan memahami keseluruhan Bumi.

Jiwa laki-laki secara fisik memang maskulin namun secara batin sangatlah lemah, dengan demikian laki-laki sangat susah melakukan segala hal secara khusyuk, ia tidak bisa fokus. begitupula perempuan yang secara fisik memang lemah tetapi secara batin ia begitu kuat, jiwanya begitu kuat, saking kuatnya perempuan memiliki beban ganda (domestik dan publik).

Laki-laki kuat pada akalnya tetapi lemah pada perasaanya, sebaliknya perempuan dominan pada perasaanya dan lemah pada akalnya. Namun perlu dipahami bersama bahwa perasaan lembut atau feminin yang terdapat pada perempuan adalah basis kekuatan sekaligus jalan untuk bertemu Tuhan (Baca Buku : Keindahan dan Keagungan Perempuan oleh Jawadi Amuli)

Menikah adalah jalan untuk menurunkan sifat akal atau sifat maskulinitas laki-laki dalam menyerap sifat feminitas Tuhan. Sungguh untuk menjumpai Tuhan dibutuhkan sifat ketundukan, kepasrahan, kehinaan di hadapan-Nya. Bisakah kita menyembah dalam posisi congkak lagi menyombongkan diri?? Maka semuanya dibutuhkan sifat-sifat lembut dan kasih sayang dalam merengkuh kasih ilahi.

Dalam pandangan Ibnu Arabi menyatakan bahwa: “Perempuan merupakan obyek kerinduan maskulin yang paling tinggi dan mulia”, oleh karenanya ia menjadi personifikasi Ilahi, satu pandangan yang cukup memikat hati dengan mencoba mengawinkan antara Tuhan dan alam semesta melalui perantaraan jiwa perempuan.

Basis obyektifikasi tertinggi Tuhan sangatlah indah dan keindahan yang dimaksud itu terletak pada diri perempuan.

Untuk menemukan Tuhan dalam diri perempuan maka kasihi dia dalam ikatan suci pernikahan, bangunlah RUMAH CINTA dalam mahligai rumah tangga. Sebab pernikahan adalah anjuran dan salah satu jalan menuju kesempurnaan agama.

Ini senada dengan film Bollywood yang diperankan oleh Sahrul Khan dalam melakoni dua peran sekaligus, peran yang sedikit maskulin dan agak sedikit lugu dan feminin. Film ini berjudul Rabne Dhe Bhana Dhe Jodhi : AKU MELIHAT TUHAN DALAM DIRIMU yang sempat marak di tahun 2010. Kisah yang menguras emosi dan air mata.

Demikian tulisan saya dalam sesi kali ini, Semoga kita selalu dalam lindungan rahmat dan genggaman keselamatan untuk bisa terus-menerus melanjutkan pelajaran-pelajaran selanjutnya.

Oleh : Ana Mardiani Hyphatia Al-Makassar

(Dewan Pembina Komunitas Education Corner Makassar)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *